Sabtu, 17 Mei 2014

hadits tentang wakalah



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Dalam bidang ibadah, pada prinsip dasarnya adalah tidak boleh dilakukan atau dilaksanakan oleh setiap muslim apabila tidak ada dalil yang memerintahkan untuk dilaksanakan. Dalam bidang masalah akidah dan syari’at,Islam bersifat menentukan dan menetapkan secara tegas hal-hal yang menyangkut akidah dan syari’at tersebut, dan tidak diberikan kebebasan bagi manusia untuk melakukan suatu kreatifitas atau perubahan dalam akidah dan syari’at itu.

Sedangkan prinsip dalam muammalah adalah dalam rangka menciptakan dan mewujudkan kemaslahatan umat manusia, dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang ada disekitar manusia itu sendiri. Hal ini dikarenakan dalam persoalan muammalah, syari’at islam dalam satu sisi lebih banyak yang besifat konfirmasi terhadap berbagai kreatifitas yang dilakukan oleh manusia.

Seperti halnya keterangan dari teori wakalah diatas, yaitu yang telah disebutkan dalam kitab Fathul Mu’in. Dimana keterangan yang terdapat dalam kitab tersebut, menurut pandangan pemakalah masih relevan dengan realitas wakalah pada era ini, hanya saja terjadi modifikasi dalam hal transaksi yang dilakukan, karena semakin pesatnya perkembangan zaman. Seperti; Transfer uang, Letter Of Credit Import Syariah, Letter Of Credit Eksport Syariah, Investasi Reksadana Syariah, Asuransi Syariah, dll.

Semua jenis transaksi wakalah diatas masih menggunakan syarat dan rukun sebagaimana disebutkan dalam kitab fathul mu’in. Misal dalam transfer uang, terutama mengenai sighat dari muwakkil. Dalam kitab fathul mu’in disebutkan:
وَلاَ تَصِحُّ الْوَكَالَةُ اِلاَّ بِاِيْجَابٍ، وَهُوَ مَايُشْعِرُ بِرِضَا الْمُوَكِّلِ الَّذِيْ يَصِحُّ مُبَاشَرَتُهُ الْمُوَكَّلَ  فِيْهِ فِى التَّصَرُّفِ.
وَلاَ يُشْتَرَطُ فِى الْوَكَالَةِ الْقَبُوْلُ لَفْظًا، لَكِنْ يُشْتَرَطُ عَدَمُ الرَّدِّ فَقَطْ. 

Sighat dari pihak muwakkil harus berupa ucapan yang mengindikasikan kerelaan. Sedangkan qobul dari pihak wakil tidak harus diucapkan secara lisan, cukup dengan tidak adanya penolakan darinya.

Dari keterangan diatas kita sedikit menceritakan mengenai mekanisme transfer itu sendiri. Dimana seseorang yang akan mentransferkan uang (muwakkil) menyerahkan uangnya (muwakkal fih) kepada bank (wakil) dengan sighat yang diucapkan oleh muwakkil kepada wakil, dan wakil itu sendiri terkadang tidak mengucapkan sighat qabul, akan tetapi dengan melayani apa yang menjadi hajat muwakkil. Hal ini mengindikasikan sighat wakil tidak harus diucapkan, akan tetapi cukup tidak ada penolakan dari wakil itu sendiri.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu pengertian Wakalah?
2.      Apa landasan Syari’ahnya?
3.      Apa saja rukun dari Wakalah?
4.      Apa syara-syarat Wakalah?
5.      Bagaimana akad dari Wakalah itu berakhir?
6.      Bagaimana contoh implementasi?

C.    Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan disusunnya makalah ini agar Mahasiswa dapat mengetahui :
1.      Pengertian Wakalah
2.      Landasan Syari’ah
3.      Rukun Wakalah
4.      Syara-Syarat Wakalah
5.      Akhir Dari Wakalah
6.      Contoh implementasi











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Wakalah
Wakalah atau Wikalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Dalam bahasa Arab, hal ini dapat dipahami sebagai at-Tafwidh. Contoh kalimat “aku serahkan urusanku kepada Allah” mewakili istilah tersebut.

Pengertian yang sama dengan menggunakan kata al-Hifzhu disebut dalam firman Allah,
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ (١٧٣)
"Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung".
(Ali Imran : 173)
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ
بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا (٣٥)
Artinya : “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (an-Nisa’ : 35)

Dalam kitab fathul mu’in dijelaskan pula:
تَفْوِيْضُ شَخْصٍ امْرَهُ اِلى اخَرَ فِيْمَا يَقْبَلُ النِّيَابَةَ لِيَفْعَلَهُ فِي حَيَاتِهِ
wakalah adalah penyerahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang bisa diwakilkan pelaksanaannya, agar dilaksanakan selagi ia masih hidup.
Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari seseorang (Muwakkil) kepada penerima kuasa (Wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (Taukil) atas nama Muwakkil (pemberi kuasa).


B.     Landasan Syari’ah
Islam mensyari’atkan al-Wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan segala urusannya sendiri. Pada suatu kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya.
a.       Al-Qur’an
Salah satu dasar dibolehkannya al-Wakalah adalah firman Allah SWT., berkenaan dengan kisah Ashabul Kahfi,
وَكَذَلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ
يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ
أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا (١٩)
Artinya : “Dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun”.

Ayat ini melukiskan perginya salah seorang ash-habul Kahfi yang bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan membeli makanan.

b.      Al-Hadits
 Banyak hadits yang dapat dijadikan keabsahan wakalah, diantaranya :
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلعم. بَعَثَ أَبَا رَافِعٍ وَرَجُلاً مِنَ اْلأَنْصَارِ فَزَوَّجَاهُ مَيْمُوْنَةَ بِنْتَ اْلحَارِثِ
Artinya : “Bahwasannya Rasulullah Saw., mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang anshar untuk mewakilkannya mengawini Maimunah binti Harits.” (Malik no. 678, kitab al-Muwaththa’, bab Haji)

Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Di antaranya adalah membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lainnya.

c.        Ijma’
Para ulama pun sepakat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan taqwa. Tolong menolong diserukan oleh al-Qur’an dan disunnahkan oleh Rasulillah Saw.
Allah berfirman,
........وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ .........
Artinya : “..........dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...... (al-Maidah : 2)

Rasulullah Saw., bersabda:  وَاللهُ فِى عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ
Artinya : “dan, Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya.” (hr. Muslim no.4687, kitab az-Zikr)


C.     Rukun Wakalah
Rukun Wakalah ada empat :
1.      Muwakkil (orang yang mewakilkan/melimpahkan kekuasaan)
2.      Wakil (orang yang menerima perwakilan)
3.      Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan)
4.      Shighat Ijab (ucapan serah terima)


D.    Syara Syarat Wakalah
Kriteria / syarat bagi masing-masing komponen dalam wakalah adalah sebagai berikut:
1.      Muwakkal, dianggap sah oleh syari’at dalam menjalankan apa yang ia wakilkan
2.      Wakil, dianggap sah oleh syariat dalam menjalankan sesuatu yang diwakilkan kepadanya
3.      Muwakkal fih, harus 1) bisa digantikan kepada orang lain 2) milik muwakkil pada saat pemberian kuasa dan 3) diketahui oleh kedua belah pihak
4.      Shighat Ijab, dari pihak muwakkil harus berupa ucapan (lafadz) yang mengindikasikan kerelaan. Sedangkan qabul dari pihak wakil tidak harus diucapkan secara lisan, cukup dengan tidak adanya penolakan darinya.

Wakalah boleh menggunakan ongkos atau tidak, karena wakalah merupakan akad yang bersifat Jaiz (wakil tidak wajib menerima perwakilan). Karena itulah diperbolehkan mengambil ongkos sebagai imbalan,

Jika dalam akad wakalah si wakil meminta ongkos, maka hukumnya sebagaimana ijarah dalam arti wakil berhak menerima ongkos ketika menyerahkan barang yang diwakilkan atau setelah tugasnya selesai.


E.     Akhir dari Wakalah
Akad al wakalah akn berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut :
1.      Matinya salah seorang dari yang berakad karena salah satu syarat sah akad adalah orang yang berakad masih hidup.
2.      Bila salah seorang yang berakad gila, karena salah satu syarat sah akad adalah orang yang berakad berakal.
3.      Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud, karena jika telah berhenti, dalam keadaan seperti ini al wakalah tidak berfungsi lagi.
4.      Pemutusan oleh muwakkil kepada wakil meskipun wakil belum mengetahui (pendapat Syafi’i dan Hambali). Menurut Madzhab Hanafi wakil wajib mengetahui putusan muwakkil. Sebelum ia mengetahui hal itu, tindakannya tak ubah seperti sebelum diputuskan, untuk segala hukumnya.
5.      Wakil memutuskan sendiri, menurut Madzhab Hanafi tidak perlu muwakkil mengetahui pemutusan dirinya atau tidak perlu kehadirannya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
6.      Keluarnya muwakkil dari status kepemilikan.


F.     Contoh Implementasi

1.      Jika seseorang berkata kepada wakilnya ‘Letakkanlah barang tersebut di tempat yang Allah inginkan’, lalu wakilnya berkata

إذا قال الرجل لوكيله ضعه حيث أراك الله وقال الوكيل

Riwayat 1

حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ
كَانَ أَبُو طَلْحَةَ أَكْثَرَ الْأَنْصَارِ بِالْمَدِينَةِ مَالًا وَكَانَ أَحَبَّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ بَيْرُحَاءَ وَكَانَتْ مُسْتَقْبِلَةَ الْمَسْجِدِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيهَا طَيِّبٍ فَلَمَّا نَزَلَتْ
{ لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ }
قَامَ أَبُو طَلْحَةَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي كِتَابِهِ
{ لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ }
وَإِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِي إِلَيَّ بَيْرُحَاءَ وَإِنَّهَا صَدَقَةٌ لِلَّهِ أَرْجُو بِرَّهَا وَذُخْرَهَا عِنْدَ اللَّهِ فَضَعْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ حَيْثُ شِئْتَ فَقَالَ بَخٍ ذَلِكَ مَالٌ رَائِحٌ ذَلِكَ مَالٌ رَائِحٌ قَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ فِيهَا وَأَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ قَالَ أَفْعَلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَسَمَهَا أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ
تَابَعَهُ إِسْمَاعِيلُ عَنْ مَالِكٍ وَقَالَ رَوْحٌ عَنْ مَالِكٍ رَابِحٌ
Telah menceritakan kepada saya Yahya bin Yahya berkata, aku membacakan kepada Malik dari Ishaq bin ‘Abdulloh bahwa dia mendengar Anas bin Malik radliallohu ‘anhu berkata; Abu Tholhah adalah orang yang paling banyak hartanya dari kalangan Anshar di kota Madinah berupa dan harta yang paling dicintainya adalah Bairuha’ (ladang berikut sumur yang ada di kebun itu) yang menghadap ke masjid dan Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam senantiasa mamemasuki kebun itu dan meminum airnya yang baik tersebut”.

2.      Perwakilan dalam hudud

الوكالة في الحدود

a.       Riwayat 1

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَاغْدُ يَا أُنَيْسُ إِلَى امْرَأَةِ هَذَا فَإِنْ اعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid telah mengabarkan kepada kami Al Laits dari Ibnu Syihab dari ‘Ubaidulloh bin ‘Abdulloh dari Zaid bin Khalid dan Abu Hurairah radliallohu ‘anhuma dari Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berilah tangguh wanita ini sampai besok wahai Unais.Jika ia mengaku maka rajamlah”.

b.      Riwayat 2

حَدَّثَنَا ابْنُ سَلَّامٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ
جِيءَ بِالنُّعَيْمَانِ أَوْ ابْنِ النُّعَيْمَانِ شَارِبًا فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ فِي الْبَيْتِ أَنْ يَضْرِبُوا قَالَ فَكُنْتُ أَنَا فِيمَنْ ضَرَبَهُ فَضَرَبْنَاهُ بِالنِّعَالِ وَالْجَرِيدِ
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Salam telah mengabarkan kepada kami ‘Abdul Wahhab Ats-Tsaqafiy dari Ayyub dari Ibnu Abu Mulaikah dari ‘Uqbah bin Al Harits berkata; Telah didatangkan An-Nu’aiman atau Abu An-Nu’aiman dalam keadaan mabuk maka Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam memerintahkan orang yang ada di Baitulloh agar memukulnya. Dia berkata: “Aku termasuk diantara orang yang memukulnya dimana kami melemparinya dengan sandal dan pelepah kurma”.

3.      Perwakilan dalam wakaf, nafkah dan mewakilkan untuk memberi makan kepada sahabatnya,

الوكالة في الوقف ونفقته وأن يطعم صديقا له ويأكل

Riwayat 1

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو قَالَ
فِي صَدَقَةِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْسَ عَلَى الْوَلِيِّ جُنَاحٌ أَنْ يَأْكُلَ وَيُؤْكِلَ صَدِيقًا لَهُ غَيْرَ مُتَأَثِّلٍ مَالًا
فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ هُوَ يَلِي صَدَقَةَ عُمَرَ يُهْدِي لِنَاسٍ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ كَانَ يَنْزِلُ عَلَيْهِمْ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Amru berkata, tentang shadaqahnya ‘Umar radliallohu ‘anhu: “Tidak ada dosa bagi seorang wali untuk memakannya dan memberi makan temannya kecuali orang yang mengambil harta anak yatim kedalam hartanya. Kemudian Ibnu ‘Umar meneruskan shadaqahnya ‘Umar yaitu memberikannya kepada orang-orang dari penduduk Makkah yang singgah kepada mereka.

4.      Jika wakil menjual sesuatu yang rusak, maka jual belinya ditolak

إذا باع الوكيل شيئا فاسدا فبيعه مردود

Riwayat 1

حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ هُوَ ابْنُ سَلَّامٍ عَنْ يَحْيَى قَالَ سَمِعْتُ عُقْبَةَ بْنَ عَبْدِ الْغَافِرِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
جَاءَ بِلَالٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَيْنَ هَذَا قَالَ بِلَالٌ كَانَ عِنْدَنَا تَمْرٌ رَدِيٌّ فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ لِنُطْعِمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ أَوَّهْ أَوَّهْ عَيْنُ الرِّبَا عَيْنُ الرِّبَا لَا تَفْعَلْ وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ فَبِعْ التَّمْرَ بِبَيْعٍ آخَرَ ثُمَّ اشْتَرِهِ
Telah menceritakan kepada kami Ishaq telah menceritakan kepada kami Yahya bin Shalih telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah, dia adalah Ibnu Sallam dari Yahya berkata; Aku mendengar ‘Uqbah bin ‘Abdul Ghofir bahwasanya dia mendengar Abu Sa’id Al Khudriy radliallohu ‘anhu berkata: “Bilal datang menemui Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dengan membawa kurma Barni (jenis kurma terbaik) maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam berkata, kepadanya: “Dari mana kurma ini?” Bilal menjawab: “Kami memiliki kurma yang jelek lalu kami jual dua sha’ kurma tersebut dengan satu sha’ kurma yang baik agar kami dapat menghidangkannya kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam. Maka saat itu juga Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam berkata: “Celaka celaka, ini benar-benar riba. Janganlah kamu lakukan seperti itu. Jika kamu mau membeli kurma maka jualloh kurmamu dengan harga tertentu kemudian belilah kurma yang baik ini”.
5.      Perwakilan dalam hal hewan sembelihan dan pemeliharaan

Riwayat 1

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرِ بْنِ حَزْمٍ عَنْ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهَا أَخْبَرَتْهُ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَا فَتَلْتُ قَلَائِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيَّ ثُمَّ قَلَّدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ بَعَثَ بِهَا مَعَ أَبِي فَلَمْ يَحْرُمْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْءٌ أَحَلَّهُ اللَّهُ لَهُ حَتَّى نُحِرَ الْهَدْيُ
Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin ‘Abdulloh berkata, telah menceritakan kepada saya Malik dari ‘Abdulloh bin Abu Bakar bin Hazm dari ‘Amrah binti ‘Abdurrahman bahwasanya dia mengabarkan kepadanya, ‘Aisyah radliallohu ‘anha berkata: “Aku mengikatkan tali pada hewan qurban Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam dengan tanganku kemudian Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam mengikatnya kembali dengan tangan Beliau lalu mengirimnya kepada bapakku. Maka sejak itu tidak ada yang diharamkan lagi bagi Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam dari apa-apa yang Alloh halalkan hingga hewan qurban disembelih”


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. Wakalah termasuk salah satu akad yang menurut kaidah Fiqh Muamalah, akad Wakalah dapat diterima. Pengertian Wakalah adalah:
1.      Perlindungan (al-hifzh)
2.      Pencukupan (al-kifayah)
3.      Tanggungan (al-dhamah)
4.      Pendelegasian (al-tafwidh)
Dalam akad Wakalah beberapa rukun dan syarat harus dipenuhi agar akad ini menjadi sah, yaitu orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil), orang yang diwakilkan (Al-Wakil),  obyek yang diwakilkan, obyek yang akan diwakilkan tidak boleh melanggar Syari’ah Islam, shighat.
Akad Wakalah telah dapat diterapkan dalam Institusi Keuangan Islam di Indonesia. Fatwa untuk akad ini telah dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia NO: 10/DSN-MUI/IV/2000. Hal ini akan mendukung perkembangan produk-produk keuangan Islam dengan akad Wakalah, yang mana akan mendukung pula perkembangan perbankan dan investasi Syariah di Indonesia.


B.     Saran
Sebagai manusia yang menjadi tempat salah dan khilaf, penulis sangat menyadari bahwa tanpa disadari tentu saja banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja dan menyadari pula bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini serta makalah yang akan datang.





DAFTAR PUSTAKA

Afandi, M. Yazid. 2009. Fiqh Muammalah Dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Logung Pustaka

Suhendi, Hendi. 2008. Fiqh Muammalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada

As’ad, Aly. 1979. Fathul Mu’in Terjemahan. Kudus: Menara Kudus


Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Wakalah No.10/DSN-MUI/IV/2000, Majelis Ulama Indonesia



1 komentar:

  1. halo, Perkenalkan, Nama saya siti Saya adalah manager development dari ForexMart, Kami melihat website anda dan kami ingin mendiskusikan kerjasama kemitraan dengan Anda.
    Boleh saya minta kontaknya untuk menjelaskan lebih lanjut atau anda bisa langsung menghubungi saya ke kontak saya dibawah ini.

    Sincerely
    Siti
    Business Development
    ForexMart www.forexmart.com
    siti@forexmart.com 
    Skype – siti_0623
    WA - +62 821-1275-7858

    BalasHapus