BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Dalam bidang ibadah, pada prinsip dasarnya adalah tidak
boleh dilakukan atau dilaksanakan oleh setiap muslim apabila tidak ada dalil
yang memerintahkan untuk dilaksanakan. Dalam bidang masalah akidah dan
syari’at,Islam bersifat menentukan dan menetapkan secara tegas hal-hal yang
menyangkut akidah dan syari’at tersebut, dan tidak diberikan kebebasan bagi
manusia untuk melakukan suatu kreatifitas atau perubahan dalam akidah dan
syari’at itu.
Sedangkan prinsip dalam muammalah adalah dalam rangka
menciptakan dan mewujudkan kemaslahatan umat manusia, dengan tetap
memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang ada
disekitar manusia itu sendiri. Hal ini dikarenakan dalam persoalan muammalah,
syari’at islam dalam satu sisi lebih banyak yang besifat konfirmasi terhadap
berbagai kreatifitas yang dilakukan oleh manusia.
Seperti halnya keterangan dari teori wakalah diatas,
yaitu yang telah disebutkan dalam kitab Fathul Mu’in. Dimana keterangan
yang terdapat dalam kitab tersebut, menurut pandangan pemakalah masih relevan
dengan realitas wakalah pada era ini, hanya saja terjadi modifikasi dalam hal
transaksi yang dilakukan, karena semakin pesatnya perkembangan zaman. Seperti; Transfer uang, Letter Of
Credit Import Syariah, Letter Of Credit Eksport Syariah, Investasi
Reksadana Syariah, Asuransi Syariah, dll.
Semua jenis transaksi wakalah diatas masih menggunakan
syarat dan rukun sebagaimana disebutkan dalam kitab fathul mu’in. Misal dalam
transfer uang, terutama mengenai sighat dari muwakkil. Dalam kitab fathul mu’in
disebutkan:
وَلاَ تَصِحُّ الْوَكَالَةُ اِلاَّ
بِاِيْجَابٍ، وَهُوَ مَايُشْعِرُ بِرِضَا الْمُوَكِّلِ الَّذِيْ يَصِحُّ
مُبَاشَرَتُهُ الْمُوَكَّلَ فِيْهِ فِى التَّصَرُّفِ.
وَلاَ يُشْتَرَطُ فِى الْوَكَالَةِ
الْقَبُوْلُ لَفْظًا، لَكِنْ يُشْتَرَطُ عَدَمُ الرَّدِّ فَقَطْ.
Sighat dari pihak muwakkil harus berupa ucapan yang
mengindikasikan kerelaan. Sedangkan qobul dari pihak wakil tidak harus
diucapkan secara lisan, cukup dengan tidak adanya penolakan darinya.
Dari keterangan
diatas kita sedikit menceritakan mengenai mekanisme transfer itu sendiri.
Dimana seseorang yang akan mentransferkan uang (muwakkil) menyerahkan
uangnya (muwakkal fih) kepada bank (wakil) dengan sighat yang
diucapkan oleh muwakkil kepada wakil, dan wakil itu sendiri terkadang tidak
mengucapkan sighat qabul, akan tetapi dengan melayani apa yang menjadi hajat
muwakkil. Hal ini mengindikasikan sighat wakil tidak harus diucapkan, akan
tetapi cukup tidak ada penolakan dari wakil itu sendiri.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa itu pengertian Wakalah?
2.
Apa landasan Syari’ahnya?
3.
Apa saja rukun dari Wakalah?
4.
Apa syara-syarat Wakalah?
5.
Bagaimana akad dari Wakalah itu
berakhir?
6.
Bagaimana contoh implementasi?
C. Maksud dan
Tujuan
Maksud dan
tujuan disusunnya makalah ini agar Mahasiswa dapat mengetahui :
1.
Pengertian Wakalah
2.
Landasan Syari’ah
3.
Rukun Wakalah
4.
Syara-Syarat Wakalah
5.
Akhir Dari Wakalah
6.
Contoh implementasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Wakalah
Wakalah atau Wikalah berarti
penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Dalam bahasa Arab, hal ini
dapat dipahami sebagai at-Tafwidh. Contoh kalimat “aku serahkan urusanku
kepada Allah” mewakili istilah tersebut.
Pengertian yang sama dengan menggunakan kata al-Hifzhu disebut
dalam firman Allah,
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ
الْوَكِيلُ (١٧٣)
"Cukuplah Allah menjadi
penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung".
(Ali Imran : 173)
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا
فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا
إِصْلاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ
بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلِيمًا خَبِيرًا (٣٥)
Artinya : “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan
antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan
seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud
Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (an-Nisa’ : 35)
Dalam kitab fathul mu’in dijelaskan pula:
تَفْوِيْضُ
شَخْصٍ امْرَهُ اِلى اخَرَ فِيْمَا يَقْبَلُ النِّيَابَةَ لِيَفْعَلَهُ فِي
حَيَاتِهِ
wakalah adalah
penyerahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang bisa
diwakilkan pelaksanaannya, agar dilaksanakan selagi ia masih hidup.
Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari
seseorang (Muwakkil) kepada penerima kuasa (Wakil) untuk
melaksanakan suatu tugas (Taukil) atas nama Muwakkil (pemberi
kuasa).
B.
Landasan Syari’ah
Islam mensyari’atkan al-Wakalah karena manusia
membutuhkannya. Tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk
menyelesaikan segala urusannya sendiri. Pada suatu kesempatan, seseorang perlu
mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya.
a.
Al-Qur’an
Salah satu dasar dibolehkannya al-Wakalah adalah firman
Allah SWT., berkenaan dengan kisah Ashabul Kahfi,
وَكَذَلِكَ
بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ
قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ
يَوْمٍ
قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا
أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ
أَيُّهَا
أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلا
يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا (١٩)
Artinya
: “Dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara
mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah
kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari
atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih
mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di
antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah
Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan
itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorangpun”.
Ayat ini melukiskan perginya salah seorang ash-habul
Kahfi yang bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil
mereka dalam memilih dan membeli makanan.
b.
Al-Hadits
Banyak hadits yang dapat dijadikan keabsahan wakalah,
diantaranya :
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلعم. بَعَثَ أَبَا رَافِعٍ وَرَجُلاً
مِنَ اْلأَنْصَارِ فَزَوَّجَاهُ مَيْمُوْنَةَ بِنْتَ اْلحَارِثِ
Artinya
: “Bahwasannya Rasulullah Saw., mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang
anshar untuk mewakilkannya mengawini Maimunah binti Harits.” (Malik no.
678, kitab al-Muwaththa’, bab Haji)
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan
kepada orang lain untuk berbagai urusan. Di antaranya adalah membayar hutang,
mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi
kandang hewan, dan lain-lainnya.
c.
Ijma’
Para ulama pun sepakat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah.
Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan alasan bahwa hal
tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong menolong atas dasar kebaikan
dan taqwa. Tolong menolong diserukan oleh al-Qur’an dan disunnahkan oleh
Rasulillah Saw.
Allah berfirman,
........وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ
وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ .........
Artinya
: “..........dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran...... (al-Maidah : 2)
Rasulullah
Saw., bersabda: وَاللهُ فِى عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ
Artinya
: “dan, Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya.” (hr. Muslim no.4687, kitab az-Zikr)
C.
Rukun Wakalah
Rukun Wakalah ada empat :
1.
Muwakkil (orang yang mewakilkan/melimpahkan
kekuasaan)
2.
Wakil (orang yang menerima perwakilan)
3.
Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan)
4.
Shighat Ijab (ucapan serah terima)
D.
Syara Syarat Wakalah
Kriteria / syarat bagi masing-masing komponen dalam wakalah adalah sebagai berikut:
1.
Muwakkal, dianggap
sah oleh syari’at dalam menjalankan apa yang ia wakilkan
2.
Wakil, dianggap
sah oleh syariat dalam menjalankan sesuatu yang diwakilkan kepadanya
3.
Muwakkal fih, harus
1) bisa digantikan kepada orang lain 2) milik muwakkil pada saat pemberian kuasa dan 3) diketahui oleh kedua
belah pihak
4. Shighat Ijab, dari
pihak muwakkil harus berupa
ucapan (lafadz) yang
mengindikasikan kerelaan. Sedangkan qabul dari pihak wakil tidak harus diucapkan secara lisan, cukup dengan tidak
adanya penolakan darinya.
Wakalah boleh menggunakan ongkos atau tidak, karena wakalah merupakan akad yang bersifat Jaiz (wakil tidak wajib menerima
perwakilan). Karena itulah diperbolehkan mengambil ongkos sebagai imbalan,
Jika
dalam akad wakalah si wakil meminta ongkos, maka hukumnya
sebagaimana ijarah dalam arti wakil berhak menerima ongkos ketika
menyerahkan barang yang diwakilkan atau setelah tugasnya selesai.
E.
Akhir dari Wakalah
Akad al wakalah akn berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut :
1. Matinya salah seorang dari yang berakad karena salah satu
syarat sah akad adalah orang yang berakad masih hidup.
2. Bila salah seorang yang berakad gila, karena salah satu
syarat sah akad adalah orang yang berakad berakal.
3. Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud, karena jika telah
berhenti, dalam keadaan seperti ini al wakalah tidak berfungsi lagi.
4. Pemutusan oleh muwakkil
kepada wakil meskipun wakil belum mengetahui (pendapat
Syafi’i dan Hambali). Menurut Madzhab Hanafi wakil wajib mengetahui putusan muwakkil. Sebelum ia mengetahui hal itu, tindakannya tak ubah
seperti sebelum diputuskan, untuk segala hukumnya.
5. Wakil memutuskan
sendiri, menurut Madzhab Hanafi tidak perlu muwakkil mengetahui pemutusan dirinya atau tidak perlu
kehadirannya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
6. Keluarnya muwakkil
dari status kepemilikan.
F.
Contoh Implementasi
1. Jika seseorang berkata kepada wakilnya ‘Letakkanlah barang tersebut di tempat yang Allah inginkan’, lalu wakilnya berkata
إذا قال الرجل لوكيله ضعه حيث أراك الله وقال الوكيل
Riwayat 1
حَدَّثَنِي
يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ
كَانَ أَبُو طَلْحَةَ أَكْثَرَ الْأَنْصَارِ بِالْمَدِينَةِ مَالًا وَكَانَ أَحَبَّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ بَيْرُحَاءَ وَكَانَتْ مُسْتَقْبِلَةَ الْمَسْجِدِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيهَا طَيِّبٍ فَلَمَّا نَزَلَتْ
{ لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ }
قَامَ أَبُو طَلْحَةَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي كِتَابِهِ
{ لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ }
وَإِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِي إِلَيَّ بَيْرُحَاءَ وَإِنَّهَا صَدَقَةٌ لِلَّهِ أَرْجُو بِرَّهَا وَذُخْرَهَا عِنْدَ اللَّهِ فَضَعْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ حَيْثُ شِئْتَ فَقَالَ بَخٍ ذَلِكَ مَالٌ رَائِحٌ ذَلِكَ مَالٌ رَائِحٌ قَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ فِيهَا وَأَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ قَالَ أَفْعَلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَسَمَهَا أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ
تَابَعَهُ إِسْمَاعِيلُ عَنْ مَالِكٍ وَقَالَ رَوْحٌ عَنْ مَالِكٍ رَابِحٌ
كَانَ أَبُو طَلْحَةَ أَكْثَرَ الْأَنْصَارِ بِالْمَدِينَةِ مَالًا وَكَانَ أَحَبَّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ بَيْرُحَاءَ وَكَانَتْ مُسْتَقْبِلَةَ الْمَسْجِدِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيهَا طَيِّبٍ فَلَمَّا نَزَلَتْ
{ لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ }
قَامَ أَبُو طَلْحَةَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي كِتَابِهِ
{ لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ }
وَإِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِي إِلَيَّ بَيْرُحَاءَ وَإِنَّهَا صَدَقَةٌ لِلَّهِ أَرْجُو بِرَّهَا وَذُخْرَهَا عِنْدَ اللَّهِ فَضَعْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ حَيْثُ شِئْتَ فَقَالَ بَخٍ ذَلِكَ مَالٌ رَائِحٌ ذَلِكَ مَالٌ رَائِحٌ قَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ فِيهَا وَأَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ قَالَ أَفْعَلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَسَمَهَا أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ
تَابَعَهُ إِسْمَاعِيلُ عَنْ مَالِكٍ وَقَالَ رَوْحٌ عَنْ مَالِكٍ رَابِحٌ
Telah
menceritakan kepada saya Yahya bin Yahya berkata, aku membacakan kepada Malik
dari Ishaq bin ‘Abdulloh bahwa dia mendengar Anas bin Malik radliallohu ‘anhu
berkata; Abu Tholhah adalah orang yang paling banyak hartanya dari kalangan
Anshar di kota Madinah berupa dan harta yang paling dicintainya adalah Bairuha’
(ladang berikut sumur yang ada di kebun itu) yang menghadap ke masjid dan
Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam senantiasa mamemasuki kebun itu dan
meminum airnya yang baik tersebut”.
2. Perwakilan dalam hudud
الوكالة في الحدود
a. Riwayat 1
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ وَأَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَاغْدُ يَا أُنَيْسُ إِلَى امْرَأَةِ هَذَا فَإِنْ اعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَاغْدُ يَا أُنَيْسُ إِلَى امْرَأَةِ هَذَا فَإِنْ اعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا
Telah menceritakan
kepada kami Abu Al Walid telah mengabarkan kepada kami Al Laits dari Ibnu
Syihab dari ‘Ubaidulloh bin ‘Abdulloh dari Zaid bin Khalid dan Abu Hurairah
radliallohu ‘anhuma dari Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berilah
tangguh wanita ini sampai besok wahai Unais.Jika ia mengaku maka rajamlah”.
b. Riwayat 2
حَدَّثَنَا ابْنُ سَلَّامٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ
عَنْ أَيُّوبَ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ
جِيءَ بِالنُّعَيْمَانِ أَوْ ابْنِ النُّعَيْمَانِ شَارِبًا فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ فِي الْبَيْتِ أَنْ يَضْرِبُوا قَالَ فَكُنْتُ أَنَا فِيمَنْ ضَرَبَهُ فَضَرَبْنَاهُ بِالنِّعَالِ وَالْجَرِيدِ
جِيءَ بِالنُّعَيْمَانِ أَوْ ابْنِ النُّعَيْمَانِ شَارِبًا فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ فِي الْبَيْتِ أَنْ يَضْرِبُوا قَالَ فَكُنْتُ أَنَا فِيمَنْ ضَرَبَهُ فَضَرَبْنَاهُ بِالنِّعَالِ وَالْجَرِيدِ
Telah
menceritakan kepada kami Ibnu Salam telah mengabarkan kepada kami ‘Abdul Wahhab
Ats-Tsaqafiy dari Ayyub dari Ibnu Abu Mulaikah dari ‘Uqbah bin Al Harits
berkata; Telah didatangkan An-Nu’aiman atau Abu An-Nu’aiman dalam keadaan mabuk
maka Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam memerintahkan orang yang ada di
Baitulloh agar memukulnya. Dia berkata: “Aku termasuk diantara orang yang
memukulnya dimana kami melemparinya dengan sandal dan pelepah kurma”.
3. Perwakilan dalam wakaf, nafkah dan mewakilkan untuk memberi makan kepada sahabatnya,
الوكالة في الوقف ونفقته وأن يطعم صديقا له ويأكل
Riwayat 1
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو
قَالَ
فِي صَدَقَةِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْسَ عَلَى الْوَلِيِّ جُنَاحٌ أَنْ يَأْكُلَ وَيُؤْكِلَ صَدِيقًا لَهُ غَيْرَ مُتَأَثِّلٍ مَالًا
فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ هُوَ يَلِي صَدَقَةَ عُمَرَ يُهْدِي لِنَاسٍ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ كَانَ يَنْزِلُ عَلَيْهِمْ
فِي صَدَقَةِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْسَ عَلَى الْوَلِيِّ جُنَاحٌ أَنْ يَأْكُلَ وَيُؤْكِلَ صَدِيقًا لَهُ غَيْرَ مُتَأَثِّلٍ مَالًا
فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ هُوَ يَلِي صَدَقَةَ عُمَرَ يُهْدِي لِنَاسٍ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ كَانَ يَنْزِلُ عَلَيْهِمْ
Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami
Sufyan dari ‘Amru berkata, tentang shadaqahnya ‘Umar radliallohu ‘anhu: “Tidak
ada dosa bagi seorang wali untuk memakannya dan memberi makan temannya kecuali
orang yang mengambil harta anak yatim kedalam hartanya. Kemudian Ibnu ‘Umar
meneruskan shadaqahnya ‘Umar yaitu memberikannya kepada orang-orang dari
penduduk Makkah yang singgah kepada mereka.
4. Jika wakil menjual sesuatu yang rusak, maka jual belinya ditolak
إذا باع الوكيل شيئا فاسدا فبيعه مردود
Riwayat 1
حَدَّثَنَا
إِسْحَاقُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ هُوَ ابْنُ
سَلَّامٍ عَنْ يَحْيَى قَالَ سَمِعْتُ عُقْبَةَ بْنَ عَبْدِ الْغَافِرِ أَنَّهُ
سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
جَاءَ بِلَالٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَيْنَ هَذَا قَالَ بِلَالٌ كَانَ عِنْدَنَا تَمْرٌ رَدِيٌّ فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ لِنُطْعِمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ أَوَّهْ أَوَّهْ عَيْنُ الرِّبَا عَيْنُ الرِّبَا لَا تَفْعَلْ وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ فَبِعْ التَّمْرَ بِبَيْعٍ آخَرَ ثُمَّ اشْتَرِهِ
جَاءَ بِلَالٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَيْنَ هَذَا قَالَ بِلَالٌ كَانَ عِنْدَنَا تَمْرٌ رَدِيٌّ فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ لِنُطْعِمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ أَوَّهْ أَوَّهْ عَيْنُ الرِّبَا عَيْنُ الرِّبَا لَا تَفْعَلْ وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ فَبِعْ التَّمْرَ بِبَيْعٍ آخَرَ ثُمَّ اشْتَرِهِ
Telah
menceritakan kepada kami Ishaq telah menceritakan kepada kami Yahya bin Shalih
telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah, dia adalah Ibnu Sallam dari Yahya
berkata; Aku mendengar ‘Uqbah bin ‘Abdul Ghofir bahwasanya dia mendengar Abu
Sa’id Al Khudriy radliallohu ‘anhu berkata: “Bilal datang menemui Nabi
shallallohu ‘alaihi wasallam dengan membawa kurma Barni (jenis kurma terbaik)
maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam berkata, kepadanya: “Dari mana kurma
ini?” Bilal menjawab: “Kami memiliki kurma yang jelek lalu kami jual dua sha’
kurma tersebut dengan satu sha’ kurma yang baik agar kami dapat
menghidangkannya kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam. Maka saat itu juga
Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam berkata: “Celaka celaka, ini benar-benar
riba. Janganlah kamu lakukan seperti itu. Jika kamu mau membeli kurma maka
jualloh kurmamu dengan harga tertentu kemudian belilah kurma yang baik ini”.
5. Perwakilan dalam hal
hewan sembelihan dan pemeliharaan
Riwayat 1
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرِ بْنِ حَزْمٍ عَنْ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ أَنَّهَا أَخْبَرَتْهُ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَا فَتَلْتُ قَلَائِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيَّ ثُمَّ قَلَّدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ بَعَثَ بِهَا مَعَ أَبِي فَلَمْ يَحْرُمْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْءٌ أَحَلَّهُ اللَّهُ لَهُ حَتَّى نُحِرَ الْهَدْيُ
أَنَا فَتَلْتُ قَلَائِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيَّ ثُمَّ قَلَّدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ بَعَثَ بِهَا مَعَ أَبِي فَلَمْ يَحْرُمْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْءٌ أَحَلَّهُ اللَّهُ لَهُ حَتَّى نُحِرَ الْهَدْيُ
Telah
menceritakan kepada kami Isma’il bin ‘Abdulloh berkata, telah menceritakan
kepada saya Malik dari ‘Abdulloh bin Abu Bakar bin Hazm dari ‘Amrah binti
‘Abdurrahman bahwasanya dia mengabarkan kepadanya, ‘Aisyah radliallohu ‘anha
berkata: “Aku mengikatkan tali pada hewan qurban Rasululloh shallallohu ‘alaihi
wasallam dengan tanganku kemudian Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam
mengikatnya kembali dengan tangan Beliau lalu mengirimnya kepada bapakku. Maka
sejak itu tidak ada yang diharamkan lagi bagi Rasululloh shallallohu ‘alaihi
wasallam dari apa-apa yang Alloh halalkan hingga hewan qurban disembelih”
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan dalam
kehidupan manusia. Wakalah termasuk salah satu akad yang menurut kaidah Fiqh
Muamalah, akad Wakalah dapat diterima. Pengertian Wakalah adalah:
1. Perlindungan (al-hifzh)
2. Pencukupan (al-kifayah)
3. Tanggungan (al-dhamah)
4. Pendelegasian (al-tafwidh)
Dalam akad Wakalah beberapa rukun dan syarat harus
dipenuhi agar akad ini menjadi sah, yaitu orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil),
orang yang diwakilkan (Al-Wakil), obyek yang
diwakilkan, obyek yang akan diwakilkan tidak boleh melanggar Syari’ah Islam,
shighat.
Akad Wakalah telah dapat diterapkan dalam Institusi
Keuangan Islam di Indonesia. Fatwa untuk akad ini telah dikeluarkan oleh Dewan
Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia NO: 10/DSN-MUI/IV/2000. Hal ini
akan mendukung perkembangan produk-produk keuangan Islam dengan akad Wakalah,
yang mana akan mendukung pula perkembangan perbankan dan investasi Syariah di
Indonesia.
B.
Saran
Sebagai manusia yang menjadi tempat
salah dan khilaf, penulis sangat menyadari bahwa tanpa disadari tentu saja
banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja dan menyadari pula bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini serta makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, M.
Yazid. 2009. Fiqh Muammalah Dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan
Syariah. Yogyakarta: Logung Pustaka
Suhendi, Hendi.
2008. Fiqh Muammalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada
As’ad, Aly.
1979. Fathul Mu’in Terjemahan. Kudus: Menara
Kudus
http://viewislam.wordpress.com/2009/04/16/konsep-akad-wakalah-dalam-fiqh-muamalah/
(download: jum’at,18 April 2014)
Dewan
Syariah Nasional, Fatwa tentang Wakalah No.10/DSN-MUI/IV/2000, Majelis Ulama
Indonesia
http://www.artikel-islam.com/bukhori/kitab/al-wakalah-perwakilan
(download: jum’at,18 April 2014)
halo, Perkenalkan, Nama saya siti Saya adalah manager development dari ForexMart, Kami melihat website anda dan kami ingin mendiskusikan kerjasama kemitraan dengan Anda.
BalasHapusBoleh saya minta kontaknya untuk menjelaskan lebih lanjut atau anda bisa langsung menghubungi saya ke kontak saya dibawah ini.
Sincerely
Siti
Business Development
ForexMart www.forexmart.com
siti@forexmart.com
Skype – siti_0623
WA - +62 821-1275-7858